“kowak” adalah istilah jawa yang
artinya “lubang”. Padanan atau istilah
jawa lain yang hampir mirip degan ‘kowak” ini adalah “krowak”. Konon kisah
pemakaian isilah ‘krowak” ini berawal dari tragedi ragis yang di alami pejabat
desa di masa lalu, yakni pak inggi. Menurut cerita yang beredar dalam
masyarakat, ketika itu pak inggi sedag dalam perjalanan pulang dari desa wanar
(kecamatan ucuk). Satu-satunya alat transportasi pada saat itu adalah kuda. Pak
inggi dalam perjalanan tersebut meggunakan asa kuda.
Sebelum
istilah krowak di pakai , nama pendukuhan ini sebelumnya adalah wonosari,
dimana “wono” artinya alas atau hutan, sedangkan “sari” berarti bunga. Sebutan
wonosari tetumasuk akal mengigat hingga saat ini, sebagian besar wilayah kowak
adalah wilayah yang banyak tumbuh
pepohonan tua dan lebat-lebat. Situs akhir tentang kelebatan wono ini
dapat dilihat dari tempat pemakaman (kuburan) dimana poho jati dan pohon tua
lainnya masih ada. Khusus untuk pohon jati tua, saat ini sudah tidak ada lagi
karena sekitar pertengahan 1980an ditebang dan untuk pembangunan masjid.
Selain
di kuburan, situsntua lainnyaadalah keberadaan sumur kowak yang berada di
sebelah timur dusun dengan 2 pohon tua dan sebuah pohon yang bunganya merah
darah, yakni pohon suko. Sumur ini juga di percayai sebagai sumur keramat.
Dimasa
lalu , dusun wonosari letaknya tidak di dusun kowak sebagaimana sekarang ini,
melainkan di sebelah timur laut yang jaraknya sekitar 2km dan berada di dataran
tinggi. Lokasi dusun wonosari, saat ni dikenal dengan sebutan cangkring dan
songkro.
Saat pak inggi
tiba di dusun wonosari, tiba-tiba kuda yang kesayangannya yang dinaikinya
menggigit punggungnya hingga lubang atau krowak. Hingga pak inggi itupun
meninngal. Untuk mengenang jasa pak inggi tersebut masyarakat desa sekitar mengubah nama dusunnya dengan nama dusun
kowak.
He sopo awakmu, aku yo wong kowak
BalasHapusAku karjono
BalasHapus